Jika dibicarakan, pepatah jawa di atas artinya: minta getahnya (pulut) tidak makan nangkanya. Pada masa nangka belum dijual di supermarket dalam kemasan “siap makan”, jika kita ingin makan nangka maka harus berjuang dulu. Membuka buahnya yang besar, kemudian membuka isi yang bisa kita makan. Kita tidak akan pernah makan nangka tanpa “gupak pulut” nya dulu. Sementara membersihkan “pulut” (getah) harus pakai minyak kelapa, kemudian dibilas pakai sabun.
Karena luas, Jawa ini ingin menunjukkan sebuah berita atau kiasan yang menggambarkan kesialan seseorang, karena ia tidak menikmati hasil pekerjaannya, tetapi malah menerima risiko buruknya.
Dalam konteks keagamaan, contoh manusia tersebut dalam pepatah di atas banyak. Mengenai masalah puasa misalnya, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan,
“رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ”
“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga”. SDM. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu . Al-Hakim menyetujui sahih ..
Meskipun mereka telah membiarkannya berpuasa, namun ternyata bukan buah manis pahala yang diperolehnya! Hal itu menyangkut antara lain, mereka tidak iklas dalam puasanya, atau tidak memenuhi rukun dan persyaratannya.
Contoh lain yang tidak mengalahkan maraknya di masyarakat adalah amalan yang tidak diluncurkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam . Sekalipun amalan ini berat, panjang dan sudah membudaya dengan luas. Alih-alih meraih pundi-pundi pahala, malah sebaliknya mereka terancam dengan siksaan di neraka kelak.
Allah ta’ala disetujui,
“هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ (1) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ (2) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (3) َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
Berharap : “Sudahkah sampai kepadamu berita tentang hari kiamat? Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk hina. (Padahal) mereka beramal berat lagi kepayahan. Mereka berbicara sangat panas ”. QS. Al-Ghasyiyah (88): 2-4.
Dalam Tafsir at-Tustury membahas tentang orang-orang yang bernasib sial yang diminta di dalam ayat-ayat di atas, adalah mereka yang menjalankan amalan yang tidak ada tuntunannya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam juga telah mengingatkan,
“مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ”.
“Barang siapa yang melakukan sesuatu yang amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak” . SDM. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha .
Maka, kita harus berhati-hati dalam beramal. Jangan pertimbangkan memperhatikannya saja. Namun kualitas jadikanlah kualitas sebagai prioritas kita. Dalam arti amalan tersebut diusahakan harus ikhlas karena Allah semata dan sesuai dengan tuntunan Rasul shallallahu’alaihiwasallam. Bila tidak, siap-siaplah untuk ‘ gupak pulute, ora mangan nangkane’ !
Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA
@ Pesantren ”Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 20 Ramadhan 1435/18 Juli 2014