Kata orang, guru itu harus bisa digugu dan ditiru. Apalagi guru agama. Alias ustadz, kyai, ajengan dan yang semisal. Sayangnya, ini banyak guru yang belum bisa dibuat panutan oleh murid-muridnya.
Syahdan ada seorang ahli hadits bernama Muhammad bin ‘Ala. Dia biasa memanggil Abu Kuraib. Karena satu dan lain hal, beliau mencela Imam Ahmad bin Hambal. Ulama besar Ahlus Sunnah yang tersohor itu.
Suatu hari ada serombongan santri yang berguru untuk Imam Ahmad. Dia bertanya, “Kalian barusan membahas kajian siapa?”.
“Kajiannya Syaikh Abu Kuraib” jawab mereka.
Imam Ahmad komen, “Tetaplah belajar untuk beliau. Sungguh dia adalah guru yang berkompeten ”.
“Tapi dia kan mencelamu wahai imam?” Tanya mereka keheranan.
“Gimana lagi? Ia tetap guru yang berkompeten. Hanya saja dia sedang ditangani dengan diriku ”.
Kisah ini dibawakan Imam adz-Dzahabiy dalam kitab beliau Siyar A’lam an-Nubala ‘(XI / 317).
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah menarik ini. Dijawab, bagaimana seorang guru menunaikan tugas untuk mendidik muridnya.
Ustadz juga manusia. Perasaan kecemburuan Dan Perasaan iri dapat menjangkiti Perasaan. Lebih saat menyaksikan kenyataan bahwa ustadz lebih banyak jamaahnya.
Hal itu diperparah dengan mendukung murid-murid yang mendukung fanatik . Punya hobi menukilkan ke ustadnya tulisan terbaru postingan ustadz Peran. Tidak jarang mereka juga dianggap sebagai tukang sate. Ngipas-ngipasi transisi ustadznya, sampai panas bahkan gosong. Menjemput bantahan-bantahan yang dikeluarkan pun menggunakan beragam diksi yang tidak layak untuk disematkan kepada sesama ustadz.
Seharusnya kita berguru untuk Imam Ahmad. Bagaimana beliau berusaha mendewasakan murid-muridnya . Tidak mudah terpancing dengan berita nukilan. Jangan repot- repot .
Juga melokalisir masalah . Permasalahan pribadi tidak bisa diperlebar menjadi masalah manhaj. Baca: Mawa’izh ash-Shahabah, Dr. Umar al-Muqbil (hal. 80).
Bukan berarti tidak boleh membantah berbagai penyimpangan yang bersliweran di sekeliling kita. Asalkan proporsional.
Namun akhirnya kekuatan muroqobahlah yang berhasil. Allah Mahatahu motivasi kita dalam menulis bantahan. Apakah benar-benar murni ikhlas dalam dukungan yang didukung agama Allah. Atau sejatinya berakar pada kecemburuan pribadi. Namun dipol seakan itu adalah tahdzir syar’i.
Mari belajar dewasa dan mendewasakan murid-murid kita…
Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga, 18 J Ula 1440/24 Januari 2018
Abdullah Zaen