MUSUH DALAM SELIMUT

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA

“Bagai musuh dalam selimut” adalah bahasa yang memiliki makna: orang dekat yang berkhianat diam-diam. Musuh yang berasal dari kalangannya sendiri. Musuh dekat yang dapat membuat celaka.

Jadi, musuh kita, bisa jadi orang yang terdekat dengan kita! Hal itu telah membangkitkan kembali Allah  jalla wa ‘ala  dalam firman-Nya,

[font arab] ”يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ font font font font

Artinya:  “Wahai orangutan yang beriman, sungguh di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah  terhadap mereka”. QS. At-Taghabun (64): 14.

Istri dan anak yang merupakan lawan kita adalah  yang meminta kita dari jalan Allah dan meluaskan semangat dalam  beribadah.  Maka berhati-hatilah untuk mengambil arahan mereka! Demikian penafsiran yang disampaikan Imam ath-Thabary.

Manusia bertabi mencintai anak dan istri. Maka Allah menasehati para hamba-Nya agar jangan sampai kecintaan tersebut berakibat terseret mengambil keinginan-keinginan mereka yang menyimpang dari agama. [1]

Manakala Anda akan berzakat, lalu istri menyampaikan seribu satu alasan; ingin beli kulkas baru  lah , anak minta uang jajan lebih  lah , perlu beli televisi yang lebih besar  lah.  Berhati-hatilah, istri Anda sedang terjangkiti virus musuh.

Manakala Anda membangunkan anak untuk berangkat shalat Shubuh di masjid, kemudian menikah dengan alasan terima kasih masih  ngantuk ; maka berhati-hatilah, itu merupakan salah satu indikasi adanya sifat musuh dalam diri istri.

Manakala Anda ingin berpegang pada prinsip akidah dan sunnah, lalu istri berargumen, “Jangan lah pak, ntar kita jadi bahan omongan tetangga”; berhati-hatilah, itu pertanda istri berpeluang untuk menjadi musuh.

Sebagai istri yang merupakan teman setia Anda adalah: istri yang membangunkan Anda manakala suara adzan dikumandangkan, saat Anda masih tertidur lelap.

Istri yang mengingatkan Anda manakala zakat belum Anda tunaikan.

Istri yang menghibur Anda, manakala Anda dijauhi tetangga karena berpegang teguh dengan prinsip agama dan bahkan memotivasi Anda untuk terus meniti jalan kebenaran. Sebagaimana yang dilakukan ibunda kita; Khadijah radhiyallahu’anha tatkala menghibur suaminya; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketakutan dan merasa khawatir saat wahyu turun pertama kali pada beliau. Khadijah berkata,

[arabic-font]”كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا؛ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ”.[/arabic-font]

“Demi Allah tidak mungkin! Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Karena membantu selalu bersilaturrahmi, meringankan beban orang lain, memberi orang lain sesuatu yang tidak mereka dapatkan pada dirimu, gemar menjamu tamu dan membantu orang lain dalam musibah-musibah ”. SDM. Bukhari (hal. 2 no. 3) dan Muslim (II / 376 no. 401).

Namun demikian, Andaikan pada beberapa momen, istri sebagai lawan kita, itu tidak  otomatis lantas  membuat kita berpikir kasar dan tidak membuka pintu maaf untuknya . Namun, kita berkewajiban untuk menasehatinya dengan tutur kata yang lembut dan penuh kasih sayang. Hal ini Allah ingatkan di akhir ayat QS. At-Taghabun (64): 14 tersebut di atas,

[font arab] “وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ”. [/ huruf arab]

Artinya:  “Jika kalian meminta maaf dan santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh Allah Maha Pengampun Maha Penyayang”.

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 5 Rabi’ul Akhir 1437/15 Januari 2016